PERNYATAAN dan aksi menolak kenaikan harga BBM semakin marak.
Gelombang protes ini diperkirakan bakal semakin deras dalam
beberapa hari ke depan. Kita sungguh memahami kekecewaan sebagian
besar masyarakat yang kehidupannya serba pas-pasan.
Kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) - Jusuf Kalla
(JK) pada pemilihan langsung presiden tahun lalu merupakan
pertanda kuat bahwa masyarakat mendambakan perubahan dan harapan
baru. Besarnya harapan tersebut juga dibentuk oleh janji-janji
kampanye yang diusung kubu SBY-JK. Telah banyak memang yang
dilakukan oleh pemerintahan baru.
Namun harus diakui bahwa perbaikan yang telah terjadi belum
kunjung dirasakan secara nyata oleh rakyat kebanyakan. Para
pekerja belum menikmati kenaikan upah minimum yang bisa mengejar
kenaikan harga-harga. Deretan para penganggur terus bertambah
panjang. Nasib pegawai negeri, prajurit dan polisi tak beringsut
naik. Kesejahteraan petani dan nelayan tak terkerek karena
kenaikan biaya lebih cepat ketimbang harga jual produksi pertanian.
Sudah barang tentu pemerintah tak mungkin menyulap kesuraman
menjadi keriangan dalam sekejap. Ada sejumlah prasyarat yang
harus dipenuhi dan langkah-langkah awal yang harus ditempuh
terlebih dahulu. Untuk itu dibutuhkan waktu untuk memantapkannya.
Apakah pemerintah tak memiliki ruang gerak sama sekali untuk
menata harapan masyarakat agar tetap memiliki optimisme? Rasanya
tidak. Pemerintah niscaya bisa memberikan "pemanis"
terlebih dahulu sebelum menyajikan "pil pahit".
Masih banyak inisiatif yang bisa menumbuhkan simpati masyarakat
sehingga menghasilkan quick wins dalam wujud yang betul-betul
nyata, sehingga pemerintah bisa kembali merebut kepercayan
masyarakat. Misalnya, memberantas premanisme dan pungutan
ilegal maupun resmi tapi "mengada-ada" di sepanjang
jalan yang niscaya mengurangi beban para sopir truk dan angkutan
kota.
Contoh lain ialah memperbanyak pompa bensin bagi nelayan
sehingga mereka tak lagi membeli solar pada harga di atas
harga resmi.